Jumat, 19 September 2014

JURNALISTIK TELEVISI DAN RADIO



1.      PERBEDAAN TELEVISE DAN RADIO

Televisi merupakan sistem elektronik yang mengirimkan gambar diam dan gambar hidup bersama suara melalui kabel atau ruang. Sistem ini menggunakan peralatan yang mengubah cahaya dan suara ke dalam gelombang elektronik dan mengkonversinya kembali ke dalam cahaya yang dapat dilihat dan suaranya dapat didengar.(Soerjokanto 2003:24)

Televisi adalah sebuah media telekomunikasi terkenal yang digunakan untuk memancarkan dan menerima siaran gambar bergerak, baik itu yang monokrom (“hitam putih”) maupun warna, biasanya dilengkapi oleh suara. “Televisi” juga dapat diartikan sebagai kotak televisi, rangkaian televisi atau pancaran televisi. Kata “televisi” merupakan gabungan dari kata tele (τῆλε, “jauh”) dari bahasa Yunani dan visio (“penglihatan”) dari bahasa Latin. Sehingga televisi dapat diartikan sebagai telekomunikasi yang dapat dilihat dari jarak jauh. Penemuan televisi disejajarkan dengan penemuan roda, karena penemuan ini mampu mengubah peradaban dunia. Di Indonesia ‘televisi’ secara tidak formal disebut dengan TV, tivi, teve atau tipi. Kotak televisi yang pertama dijual pada akhir tahun 1930-an sudah menjadi salah satu alat penerima komunikasi utama dalam rumah, perdagangan dan institusi, khususnya sebagai sumber hiburan dan berita. Sejak 1970-an, kemunculan Video tape, cakram laser, DVD dan kini cakram Blu-ray juga menjadikan kotak televisi sebagai alat untuk menayangkan hasil rekaman.
Walaupun terdapat pula kegunaan televisi yang lain seperti televisi sirkuit tertutup, namun kegunaan yang paling utama adalah penyiaran televisi yang menyamai sistem penyiaran radio ketika dibangun pada tahun 1920-an, menggunakan pemancar frekuensi radio berkuasa tinggi untuk menyiarkan gelombang televisi ke penerima TV. Sedangkan pengertian radio yaitu :

Radio adalah teknologi yang digunakan untuk pengiriman sinyal dengan cara modulasi dan radiasi elektromagnetik (gelombang elektromagnetik). Gelombang ini melintas dan merambat lewat udara dan bisa juga merambat lewat ruang angkasa yang hampa udara, karena gelombang ini tidak memerlukan medium pengangkut (seperti molekul udara). Gelombang radio adalah satu bentuk dari radiasi elektromagnetik, dan terbentuk ketika objek bermuatan listrik dimodulasi (dinaikkan frekuensinya) pada frekuensi yang terdapat dalam frekuensi gelombang radio dalam suatu spektrum elektromagnetik. Gelombang radio ini berada pada jangkauan frekuensi 10 hertz (Hz) sampai beberapa gigahertz (GHz), dan radiasi elektromagnetiknya bergerak dengan cara osilasi elektrik maupun magnetik. Gelombang elektromagnetik lainnya, yang memiliki frekuensi di atas gelombang radio meliputi sinar gamma, sinar-X, inframerah,ultraviolet, dan cahaya terlihat. Ketika gelombang radio dipancarkan melalui kabel, osilasi dari medan listrik dan magnetik tersebut dinyatakan dalam bentuk arus bolak-balik dan voltase di dalam kabel. Hal ini kemudian dapat diubah menjadi signal audio atau lainnya yang membawa informasi. Meskipun kata 'radio' digunakan untuk hal-hal yang berkaitan dengan alat penerima gelombang suara, namun transmisi gelombangnya dipakai sebagai dasar gelombang pada televisi, radio, radar, dan telepon genggam pada umumnya. Dasar teori dari perambatan gelombang elektromagnetik pertama kali dijelaskan pada 1873 oleh James Clerk Maxwell dalam papernya di Royal Society mengenai teori dinamika medan elektromagnetik (bahasa Inggris: A dynamical theory of the electromagnetic field), berdasarkan hasil kerja penelitiannya antara 1861 dan 1865. Pada 1878 David E. Hughes adalah orang pertama yang mengirimkan dan menerima gelombang radio ketika dia menemukan bahwa keseimbangan induksinya menyebabkan gangguan ke telepon buatannya. Dia mendemonstrasikan penemuannya kepada Royal Society pada 1880 tapi hanya dibilang itu cuma merupakan induksi. Adalah Heinrich Rudolf Hertz yang, antara 1886 dan 1888, pertama kali membuktikan teori Maxwell melalui eksperimen, memperagakan bahwa radiasi radio memiliki seluruh properti gelombang (sekarang disebut gelombang Hertzian), dan menemukan bahwa persamaan elektromagnetik dapat diformulasikan ke persamaan turunan partial disebut persamaan gelombang.

2.      PERBEDAAN REPORTER TELEVISI DAN MEDIA LAINNYA

Perbedaan Jurnalis Media Cetak Dan Televisi Dalam prinsip jurnalistik yang diterapkan, secara garis besar sebenarnya tidak ada perbedaan. Kriteria layak berita di surat kabar dan di media televisi, relatif juga sama. Hanya, di media televisi ada penekanan lebih besar pada aspek visual (gambar). Hal yang bisa dipahami, karena televisi adalah media audio-visual.

Saya pernah dengar pengalaman dari dosen saya yang bekerja selama tujuh tahun di Harian Kompas (1988-1995), dan setelahnya bekerja di ANTV (sejak Februari 2002). Berdasarkan pengalaman pribadinya, perbedaan yang beliau rasakan — sebagai jurnalis di dua jenis media itu — justru pada aspek lain. Yaitu, lebih pada kejelasan porsi tanggung jawab dan peran kinerja, yang bisa berpengaruh langsung pada kemajuan atau kemunduran perusahaan media tempat dia bekerja. Juga, pada perbedaan peluang untuk “tampil” berkarya secara individual. untuk saat ini, beliau selain mengajar salah satu mata kuliah saya sebagi dosen tidak tepap, beliau buka usaha kecil-kecilan di rumahnya.
Di media cetak, seperti di harian Kompas, ia bisa menulis berita atau artikel dengan byline, mencantumkan namanya sendiri di tulisan tersebut. Meskipun setiap tulisan yang di muat itu sudah melalui proses penyuntingan oleh orang lain, baik dari segi bahasa atau pun content, tetapi ia tetap bisa mengklaim bahwa itu adalah tulisan karya “saya”. Bisa dibilang, 90 persen dari materi yang dimuat itu adalah karya saya.
Di media televisi, tampil secara individual itu sulit dilakukan, karena semua paket berita ataupun tayangan benar-benar dikerjakan secara kolektif. Untuk liputan berita pun minimal sudah harus dikerjakan berpasangan, oleh seorang reporter dengan seorang camera person. Walaupun, bisa juga dilakukan seorang diri sebagai VJ (video journalist).
Namun, menjadi VJ jelas merupakan tugas berat yang merepotkan. Peran “VJ” ini biasanya lebih banyak dilakukan untuk menyiasati kekurangan tenaga camera person. Jadi, reporter diharapkan juga bisa memegang kamera.
Belum lagi menyebut, hasil liputan ini harus diedit oleh seorang editor, yang ditugasi khusus untuk itu. Peran seorang editor sangat penting, karena hasil liputan yang bagus pun bisa jadi berantakan, jika dikerjakan oleh editor yang buruk.
Perbedaan yang lain, di media surat kabar, kemajuan (baca: peningkatan tiras atau sirkulasi, serta pemasukan iklan) surat kabar itu tidak mudah di distribusikan pada peran individu atau rubrik tertentu. Apakah penjualan Kompas meningkat karena pembaca menggemari tulisan kolom Budiarto Shambazy, yang kritis dan agak kocak? Atau karena menikmati tulisan Maria Hartiningsih, yang sensitif dalam mengangkat nasib kaum tertindas? Atau karena isi tajuk rencananya, yang mencerahkan? Atau oleh artikel-artikel opini yang dimuat? Atau oleh rubrik olahraga di halaman dalam?
Kita bisa menduga-duga, tetapi sulit untuk menjawab dengan pasti. Oke, tentu saja bisa dilakukan survey pembaca, untuk mencari jawabannya. Tetapi, kalau mau jujur, seberapa sering sih sebuah surat kabar mengadakan survey pembaca? Berbeda dengan data rating dan share stasiun TV, yang dipasok oleh AGB Nielsen setiap minggu (bahkan setiap hari), pengelola surat kabar tak mungkin mengadakan survey setiap minggu atau setiap bulan. Jika setiap tahun di adakan satu kali survey saja, sudah bagus! Jadi, kecuali karena perilaku jurnalis yang jelas terlihat (misalnya, sering membolos, atau sering terlambat menyerahkan tulisan), agak sulit untuk menilai kinerja seorang jurnalis di surat kabar.
Ini sangat berbeda dengan di media televisi, yang setiap minggu (bahkan kini setiap hari) ada data rating dan share setiap program, yang dipasok oleh lembaga pemeringkat AGB Nielsen. Setiap minggu, jelas terlihat, program mana yang share dan ratingnya ambruk, dan program mana pula yang meningkat.
Jadi, setiap produser yang menangani program TV tertentu, tidak bisa bersembunyi atau “lepas tangan.” Jika rating dan share sebuah stasiun TV merosot drastis, dengan melihat angka rating dan share setiap programnya, dengan mudah bisa ditunjuk produser-produser mana saja yang harus bertanggung jawab atas kemerosotan itu. Ini tentu ada untung-ruginya.
Untungnya, kinerja setiap producer atau jurnalis di media TV sangat transparan. Setiap orang bisa menilai, karena ada ukuran kinerja yang jelas, yaitu rating dan share setiap program. Ini memberi tuntutan pada setiap producer dan crew program yang dipimpinnya, untuk mempertahankan atau meningkatkan kinerja.
Walaupun, bisa saja di debat bahwa angka rating dan share itu tidak identik dengan kualitas program. Namun, dalam iklim industri media televisi sekarang, bottom line-nya memang bukan pada kualitas program, tetapi pada keuntungan dari pemasukan iklan. Suka atau tidak, itu kenyataannya.
3.      CARA MENYUSUN BERITA PADA MEDIA TELEVISI DAN RADIO

Cara Hebat menulis Berita Radio/Televisi.

Seorang jurnalis radio atau televisi, harus paham bahwa ia menulis untuk telinga (didengar) dan bukan untuk mata (dibaca). Sebagai penulis berita untuk media berbasis suara (audio) dan suara serta gambar (audio dan visual), hendaknya jurnalis berpikir bagaimana suatu kata atau gabungan kata akan terdengar mudah dicerna dan dimengerti.
Media audio dan visual (TV) mempunyai keunggulan, yaitu tanpa audio pun gambar sudah berbicara dan penonton sudah paham apa yang terjadi. Menjadi masalah untuk media audio (radio) kekuatan sepenuhnya ada disuara. Harus diingat bahwa kalimat berita yang ditulis oleh seorang jurnalis radio (reporter/script writer/produser/penyiar/dll) adalah untuk dituturkan atau diucapkan, didengar cuma sekali, dan bersifat segera atau harus segera disampaikan kepada khalayak.
Kata-kata yang digunakan harus tepat, tata bahasanya benar, konstruksi kalimat mudah diikuti, dan organisasi ceritanya logis. Lead-nya menarik perhatian ke unsur utama berita itu. Kecerobohan mengabaikan hal-hal mendasar tersebut akan merugikan pendengar. Pendengar tak mungkin menelepon kantor redaksi radio atau televisi dan meminta mengulangi pembacaan berita.
Oleh sebab itu dalam menulis, membuat atau menyampaikan sebuah berita atau kalimat berita agar mudah dipahami saat disampaikan atau dituturkan harus benar-benar diperhatikan beberapa hal di bawah ini :

  1. Gunakan kata kerja aktif..
  2. Buat naskah yang  ringkas dan buang detail yang tidak perlu  dan  membingungkan.
  3. Ubahlah kata sifat atau kata keterangan yang panjang menjadi kalimat pendek.
  4. Buanglah ungkapan-ungkapan yang tidak perlu.
  5. Gunakan kata-kata yang sederhana dan pendek dan tidak abstrak.
  6. Gunakan kalimat yang memiliki greget agar emosi pendengar terpengaruh.
  7. Mudah dibaca dan tidak menyebabkan keseleo lidah.
  8. Hindari daftar, kalau perlu contohnya saja. Pengecualian, untuk data korban dalam sebuah kecelakaan.
  9. Kejujuran, artinya apa yang dimuat dalam berita harus merupakan fakta yang benar-benar terjadi dan tidak memasukkan fiksi ke dalam berita.
  10. Kecermatan, artinya berita harus benar-benar seperti kenyataannya dan ditulis dengan tepat. Seluruh pernyataan tentang fakta maupun opini harus disebutkan sumbernya.
  11. Keseimbangan, dimana agar berita seimbang harus diperhatikan: faktanya, tidak memuat informasi yang tidak relevan, tidak menyesatkan atau menipu khalayak, tidak memasukkan emosi atau pendapat ke dalam berita, tampilkan semua sudut pandang yang relevan dari masalah yang diberitakan.
  12. Kelengkapan dan kejelasan, artinya berita yang lengkap adalah berita yang memuat jawaban atas pertanyaan who, what, why, when, where, dan how.
  13. Keringkasan, artinya tulisan harus ringkas namun tetap jelas yaitu memuat semua informasi penting.
Selain itu dalam penulisan dan penyampaian berita untuk radio dan TV sebaiknya hindari hal-hal berikut ini:
Kata Klise “Terjadi”
Hindari penggunaan kata “telah terjadi” atau “terjadi” atau “akan terjadi” pada awal berita. Kata-kata seperti itu tidak dapat digunakan dalam penulisan berita untuk konsumsi media cetak, on line ataupun elektronik atau tidak boleh diucapkan oleh seorang penyiar/anchor dalam menyampaikan berita di depan kamera atau mic.
Kenapa? Kata “telah terjadi” tidak menunjukan kekinian dari sebuah peristiwa. Lebih baik langsung kepada dampak dari peristiwa tersebut. Dampak dari peristiwa tersebut menunjukan kekinian atau kebaruan.  Sementara peristiwanya bisa ditempatkan sebagai keterangan kalimat.
Contoh : Telah terjadi keributan antar geng tadi malam di Jalan Hayam Wuruk, Jakarta Pusat, yang menyebabkan 10 meninggal.
Sebaiknya : 10 orang meninggal akibat keributan antar geng yang terjadi di Jalan Hayam Wuruk. Jakarta Pusat tadi malam.
Juga tidak perlu menggunakan kata “terjadi”, karena peristiwa adalah sebuah kejadian dan untuk apa harus ada penegasan dengan menggunakan kata “terjadi”. Apalagi penggunaan kata “telah terjadi” yang biasanya sarat dengan asumsi dan berandai-andai tanpa didukung oleh fakta yang jelas yang bisa menimbulkan keresahan di masyarakat.


Kalimat Negatif.
Hindari kalimat negatif, karena hanya akan membuat kalimat berita menjadi panjang dan tidak jelas.
Contoh : Kepolisian tak membenarkan berita bahwa pengeboman rumah ibadah di Solo diduga didalangi Umar Patek.
Sebaiknya : Kepolisian membantah pengeboman rumah ibadah di Solo diduga didalangi Umar Patek.
Memberitakan pidato.
Memberitakan suatu pidato, sebaiknya ditulis lebih singkat, naskah berita siaran harus mudah dibaca oleh pembaca berita/penyiar/anchor, dan mudah dimengerti oleh pendengar.
Kutipan.
Tidak mengobral kutipan langsung dari narasumber. Pendengar lebih senang jika kutipan dibacakan dengan bahasa penyiar sendiri. Sebaliknya, jika kutipan itu sangat bersemangat, kontroversial, atau sangat bermakna, dan penting, maka jangan ragu-ragu menampilkannya (berupa insert).
Press Release.
Maksimal durasi press release lima menit, dengan panjang naskah 50 baris ketikan (rata-rata pembaca berita membaca 15-16 baris per menit). Di dalam 50 baris ketikan itu, dapat dimasukkan enam sampai delapan berita dari isi press release tersebut atau bisa kurang dari itu. Penulisan atau penyampaian kembali press release yang terlalu panjang akan membuat penyiar/anchor mudah terpeleset lidah (mudah salah baca) dan tentu saja membosankan bagi pendengar yang ujungnya malah bisa mengaburkan maksud yang ingin disampaikan.
Breaking News.
Breaking news biasanya telah diprogram terlebih dahulu, tetapi berita yang disiarkan dalam program ini adalah berita-berita terbaru, tanpa frame atau dengan frame pendukung materi berita. Bahkan dalam program breaking news, pengelola siaran dapat menggaet iklan, sebab program ini adalah salah satu mata acara unggulan atau masuk pada jam-jam siar utama untuk televisi. Seorang redaktur pemberitaan televisi/radio harus selektif memilah mana berita yang layak siar untuk breaking news. Durasinya dibuat sesingkat mungkin dan dapat di tindak lanjuti lebih lanjut di program selanjutnya melalui pendalaman lewat wawancara, laporan reporter, dll.


4.      PRINSIP UTAMA DALAM MENULIS NASKAH BERITA TELEVISI
PRINSIP MENULIS NASKAH BERITA TV
Prinsip utama menulis berita televisi adalah menulis berdasarkan gambar. Menulis untuk orang melihat dan mendengar, bukan untuk orang buta. Soren H. Munhof menulis lima  prinsip menulis naskah berita televisi, yakni berita harus tepat (accuracy), singkat (brevity), jelas (clarity), sederhana (simplicity) dan dapat dipercaya (sincerity).
  1. Tepat (accuracy), artinya berita harus akurat tidak ditambah dan dikurangi. Apa adanya seperti fakta di lapangan. Jika korban meninggal akibat longsor baru ditemukan 5 orang, katakana lima tewas. Jika lima lainnya masih tertimbun longsor, katakan seperti itu, bukan ditambahkan menjadi 10 orang tewas. Belum tentu orang yang tertimbun longsor itu tewas, karena belum ada faktanya. Hindari opini reporter agar berita tetap jernih dan akurat. Nama kota, waktu dan nama orang, juga harus tepat akurat supaya berita yang kita tulis benar-benar kredibel, dapat dipercaya.
  2. Singkat (brevity), artinya berita tidak boleh panjang-panjang karena terbatas durasi, yang penting informasinya sampai sehingga mudah dicerna karena sudah dibantu dengan gambar. Kata yang mubazir harus dibuang jauh-jauh. Mengulangi apa yang sudah terlihat di gambar harus dihindari.
  3. Jelas (clarity), yakni naskah berita harus membuat orang makin paham. Jelas mana subjek dan predikatnya, mana pula objeknya. Hindari anak kalimat,  cucu kalimat dan keterangan yang membingungkan atau mengaburkan pengertian.
  4. Sederhana (simplicity). Ini berkaitan dengan penonton televisi yang sangat beragam pemahaman, suku, pendidikan dan sebagainya. Penggunaan kalimat sederhana menjadi tuntutan. Hilangkan kata asing yang susah dipahami. Gunakan bahasa yang mudah dimenegerti. Katakan “organisasi pakta pertahanan atlantik utara – NATO” dan tidak perlu menyebut kepanjangan NATO.
  5. Dapat dipercaya (sincerity), artinya berita itu kredibel karena memang memenuhi unsur berita yang benar, yakni tidak berdasarkan opini wartawan melainkan berdasarkan fakta, data-datanya tepat, berimbang (cover both sides).
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penulisan berita adalah:
  1. Dalam penulisan berita, satu berita haruslah satu angle, sehingga berita menjadi fokus. Kalau ada beberapa angle menarik dan berbeda, maka dibuat lebih dari satu berita.
  2. Tidak mengulangi informasi dari intro dalam tubuh berita. Juga tidak mengulang narasi dengan sound up atau sync. Fungsi sound up adalah untuk mejelsakan, menegaskan, atau opini dari narasi yang disampaikan sebelumnya.
  3. Naskah dalam jurnalisme televisi hanya resume, artinya hanya hal-hal yang sangat penting saja. Ingat ekonomi kata, durasi terbatas!
  4. Pemilihan kata yang tepat dan pendek, sehingga mudah diterima pemirsa.
Misalnya:
Seorang penumpang bus yang mengalami kecelakaan lalu lintas di Tol Kebon Jeruk sudah tidak bernyawa lagi.
Sebaiknya diubah menjadi:
Seorang penumpang bus tewas dalam kecelakan lalu lintas di jalan tol Kebon Jeruk.
4.   Hilangkan kata yang mubazir
Penggunaan kata “mengalami” dalam contoh di atas sebaiknya dibuang karena mubazir. Ingat ekonomi kata, karena durasi terbatas!
  1. Naskah harus bercerita tentang gambar. Gambar harus logis dan runtut sehingga orang yang menonton mengetahui cerita gambar yang dimaksud. Bila kita memiliki gambar yang kuat, maka naskah hanya sebagai pendukung berita gambar. Sebaliknya jika gambar kurang kuat, maka naskah harus kuat. Jangan mengulang apa yang tampak jelas di dalam gambar. Jika kita tayangkan gambar banjir menggenangi rumah penduduk, warga keluar rumah dengan membawa barang-barang miliknya, katakan saja bahwa “banjir ini adalah yang ke dua kalinya selama seminggu terakhir. Sejumah warga mengungsi ke balai desa karena tak ada lagi tempat yang kering untuk berteduh…. Dst
  2. Naskah lebih pendek dari gambar. Jika durasi berita 60 detik, maka narasi atau naskah harus kurang dari 60 menit, misalanya cukup 40 menit saja. Hal ini dimaksudkan agar ada jeda dalam pembacaan berita.
  3. Jeda di antara gambar, ini untuk memberikan kesempatan pemirsa mencerna gambar, karena pemirsa tidak dapat melihat dan mendengarkan secara terus menerus. Jadi haruslah ada jeda, minimal 5 detik.
  4. Menulis naskah berita mengunakan teknik bergelombang, artinya dalam sebuah berita dengan durasi satu menit, maka semuanya haruslah yang paling menarik dan paling penting semua. Ini berbeda dengan penulisan berita cetak, yang menggunakan teknik piramida terbalik, paling atas paling penting dan semakin ke bawah semakin tidak penting.
9.  Menggunakan kalimat aktif – positif agar lebih kuat
Misalnya:
Para camat diminta turun langsung mengawasi penggunaan dana korban banjir di setiap kelurahan. Permintaan ini disampaikan Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso.
Sebaiknya diganti:
Gubernur Sutiyoso meminta para camat turun langsung mengawasi penggunaan dana korban banjir di setiap kelurahan…
10. Tidak menggunakan kalimat klise pada awal naskah, yaitu kalimat yang
maknanya sudah bersifat umum.
Misalnya:
Jakarta adalah ibukota negara RI yang telah menjadi langganan banjir …
11.Menghindari opini
Misalnya:
Seorang Anggota reserse Polres Jakarta Barat terpaksa menembak seorang penjahat kambuhan hingga tewas karena melawan ketika hendak ditangkap.
Kalimat ini mengandung opini, siapa yang mengatakan penembakan itu karena terpaksa?
12. Waspadai penggunaan istilah hukum yang rumit dan tidak dimengerti banyak
orang.
Contoh:
Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan akan segera mengeksekusi Tommy Soerono karena putusan pengadilan yang menghukumnya tiga tahun pejara dalam kasus korupsi telah inkrach.
            (dalam bahasa hukum: Inkrach van gewijsde, maksudnya telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap)
13. Hindari singkatan yang tidak lazim
            Contoh:
Pasar Tanah Abang Jakarta Pusat siang tadi terbakar dan hingga kini api masih berkobar meski Dinas Pemadam Kebakaran sudah menurunkan dua puluh unit PMK untuk memadamkan api.
(PMK maksudnya adalah Pemadam Kebakaran, tapi pemirsa akan lebih paham jika menggunakan kalimat mobil pemadam kebakaran).
14. Hindari penyebutan angka-angka yang sangat rinci
Misalnya:
Presiden  Megawati hari ini meresmikan jalan tol Jakarta – Bogor senilai 52.500.900.374 rupiah.
(Menyebutkan angka terlalu rinci akan susah diingat oleh pendengar atau pemirsa, lebih baik jika angka itu disebutkan “52 milyar lebih” atau cukup katakan “52 milyar”).
15. Hindari susunan Kalimat terbalik
Media televisi adalah media pandang dengar. Artinya, setiap pemirsa televisi akan menyusun kalimat dalam memorinya saat ia mendengarkan narasi yang dibacakan reporter atau presenter. Karena itu uraian kalimatnya harus logis dan langsung pada pokok persoalan.
Misalnya:
Karena pasokan terhambat banjir, harga sayuran di Pasar Induk Kramatjati Jakarta Timur rata-rata naik 50 persen.
Coba bandingan dengan kalimat berikut:
Harga sayuran di Pasar Induk Kramat Jati Jakarta Timur naik 50 persen karena pasokan terhambat banjir.
Contoh di atas adalah sebab-akibat. Yang terjadi lebih dahulu adalah sebab dan yang kemudian adalah akibat. Tidak ada akibat tanpa adanya sebab. Jadi yang terbaru adalah akibat, sehingga akibat harus didahulukan dalam penulisan berita.
Contoh lain adalah:
Sejumlah kawasan di Jakarta banjir akibat hujan deras kemarin. Jadi bukan: Hujan deras yang mengguyur Jakarta kemarin mengakibatkan sejumlah kawasan di ibukota tergenang banjir.
16. Gunakan pungtuasi atau tanda baca (punctuation)
Penggunaan pungtuasi seperti garis miring (/) untuk menggantikan tanda koma (,) atau tanda dua garis miring (//) untuk menggantikan tanda titik (.) diperlukan untuk sekadar memudahkan pembacaan berita. Ada juga yang menggunakan ukuran font huruf besar semua dan jarak spasi ganda agar mudah dibaca. Kebiasaan lain di media penyiaran televisi ada yang menentukan satu baris 40 karakter setara dengan kecepatan membaca sekitar 3 detik. Ukuran ini akan sangat membantu seorang editor gambar dalam melakukan editing dan menentukan durasi yang diperlukan.
Jika seorang produser meminta reporter membuat berita berdurasi 30 detik, maka ia harus menulis naskah tidak lebih dari 10 baris, dan seorang editor harus mengedit gambar 20 persen lebih panjang. Gambar lebih panjang dari naskah karena fungsi naskah di antaranya adalah menjelaskn gambar. Gambar lebih panjang durasinya dari naskah juga  berfungsi untuk menjaga penampilan dilayar televisi. Sering kita jumpai, presenter masih membaca berita sementara gambar sudah habis, sehingga yang tampak di layar televisi adalah gambar presenter sedang membaca.


5.      YANG DAPAT DI GUNAKAN DALAM MENULIS BERITA TELEVISI
Pemilihan Format Berita TV: Berita di media televisi dapat disajikan dalam berbagai format. Untuk menentukan format mana yang akan dipilih, tergantung pada beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut di antaranya:Ketersediaan gambar. Jika gambar yang dimiliki sangat terbatas, reporter sulit menulis naskah berita yang panjang. Maka berita dibuat dalam format lebih singkat dan padat, atau dibuat dalam format tanpa gambar sama sekali.Momen terjadinya peristiwa atau perkembangan peristiwa yang akan diberitakan. Perkembangan terkini dari suatu peristiwa baru sampai ke producer, ketika siaran berita sedang berlangsung. Sedangkan perkembangan itu terlalu penting untuk diabaikan. Jika ditunda terlalu lama, perkembangan terbaru pun menjadi basi, atau stasiun TV lain (kompetitor) akan menayangkannya terlebih dahulu.
Format-format berita itu antara lain:
Reader
Ini adalah format berita TV yang paling sederhana, hanya berupa lead in yang dibaca presenter. Berita ini sama sekali tidak memiliki gambar ataupun grafik. Hal ini dapat terjadi karena naskah berita dibuat begitu dekat dengan saat deadline, dan tidak sempat dipadukan dengan gambar.
Bisa juga, karena perkembangan peristiwa baru sampai ke tangan redaksi, ketika siaran berita sedang berlangsung. Maka perkembangan terbaru ini pun disisipkan di tengah program siaran. Beritanya dapat berhubungan atau tidak berhubungan dengan berita yang sedang ditayangkan. Reader biasanya sangat singkat. Durasi maksimalnya 30 detik.
Voice Over (VO)
Voice Over (VO) adalah format berita TV yang lead in dan tubuh beritanya dibacakan oleh presenter seluruhnya. Ketika presenter membaca tubuh berita, gambar pun disisipkan sesuai dengan konteks isi narasi.
Natsound (natural sound, suara lingkungan) yang terekam dalam gambar bisa dihilangkan. Tetapi, biasanya natsound tetap dipertahankan, untuk membangun suasana dari peristiwa yang diberitakan. Sebelum menulis naskah berita, tentu Reporter harus melihat dulu gambar yang sudah diperoleh, karena tetap saja narasi yang ditulis harus cocok dengan visual yang ditayangkan. VO durasinya sangat singkat (20-30 detik).
Voice Over – Grafik
VO-Grafik adalah format berita TV yang lead in dan tubuh beritanya dibacakan oleh presenter seluruhnya. Namun, ketika presenter membaca tubuh berita, tidak ada gambar yang menyertainya kecuali hanya grafik atau tulisan. Hal ini mungkin terpaksa dilakukan karena peristiwa yang diliput sedang berlangsung dan redaksi belum menerima kiriman gambar peliputan yang bisa ditayangkan.
Sound on Tape (SOT)
Sound on Tape (SOT) adalah format berita TV yang hanya berisi lead in dan soundbite dari narasumber. Presenter hanya membacakan lead in berita, kemudian disusul oleh pernyataan narasumber (soundbite).
Format berita ini dipilih jika pernyataan narasumber dianggap lebih penting ditonjolkan daripada disusun dalam bentuk narasi. Pernyataan yang dipilih untuk SOT sebaiknya yang amat penting atau dramatis, bukan yang datar-datar saja. Format SOT ini bisa bersifat sebagai pelengkap dari berita yang baru saja ditayangkan sebelumnya, atau bisa juga berdiri sendiri. Durasi SOT disesuaikan dengan kebutuhan, tapi biasanya maksimal satu menit.
Voice Over – Sound on Tape (VO-SOT)
VO-SOT adalah format berita TV yang memadukan voice over (VO) dan sound on tape (SOT). Leadin dan isi tubuh berita dibacakan presenter. Lalu di akhir berita dimunculkan soundbite dari narasumber sebagai pelengkap dari berita yang telah dibacakan sebelumnya. Format VO-SOT dipilih jika gambar yang ada kurang menarik atau kurang dramatis, namun ada pernyataan narasumber yang perlu ditonjolkan untuk melengkapi narasi pada akhir berita. Total durasi diharapkan tak lebih dari 60 detik, di mana sekitar 40 detik untuk VO dan 20 detik untuk soundbite.
Package (PKG)
Package adalah format berita TV yang hanya lead in-nya yang dibacakan oleh presenter, tetapi isi berita merupakan paket terpisah, yang ditayangkan begitu presenter selesai membaca lead in. Paket berita sudah dikemas jadi satu kesatuan yang utuh dan serasi antara gambar, narasi, soundbite, dan bahkan grafis. Lazimnya tubuh berita ditutup dengan narasi.
Format ini dipilih jika data yang diperoleh sudah lengkap, juga gambarnya dianggap cukup menarik dan dramatis. Kalau dirasa penting, reporter dapat muncul dalam paket berita tersebut (stand up) pada awal atau akhir berita. Durasi maksimal total sekitar 2 menit 30 detik.
Live on Cam.
Live on Cam adalah format berita TV yang disiarkan langsung dari lapangan atau lokasi peliputan. Sebelum reporter di lapangan menyampaikan laporan, presenter lebih dulu membacakan lead in dan kemudian ia memanggil reporter, di lapangan untuk menyampaikan hasil liputannya secara lengkap. Laporan ini juga bisa disisipi gambar yang relevan.
Karena siaran langsung memerlukan biaya telekomunikasi yang mahal, tidak semua berita perlu disiarkan secara langsung. Format ini dipilih jika nilai beritanya amat penting, luar biasa, dan peristiwanya masih berlangsung. Jika peristiwanya sudah berlangsung, perlu ada bukti-bukti yang ditunjukkan langsung kepada pemirsa. Durasinya disesuaikan dengan kebutuhan.
Live on Tape (LOT)
Live on Tape adalah format berita TV yang direkam secara langsung di tempat kejadian, namun siarannya ditunda (delay). Jadi, reporter merekam dan menyusun laporannya di tempat peliputan, dan penyiarannya baru dilakukan kemudian.
Format berita ini dipilih untuk menunjukkan bahwa reporter hadir di tempat peristiwa. Namun, siaran tak bisa dilakukan secara langsung karena pertimbangan teknis dan biaya. Meski siarannya ditunda, aktualitas tetap harus terjaga. Durasi bisa disesuaikan dengan kebutuhan, namun biasanya lebih singkat dari format Live on Cam.
Live by Phone
Live by Phone adalah format berita TV yang disiarkan secara langsung dari tempat peristiwa dengan menggunakan telepon ke studio. Lead in berita dibacakan presenter, dan kemudian ia memanggil reporter yang ada di lapangan untuk menyampaikan laporannya. Wajah reporter dan peta lokasi peristiwa biasanya dimunculkan dalam bentuk grafis. Jika tersedia, bisa juga disisipkan gambar peristiwa sebelumnya.
Phone Record
Phone Record adalah format berita TV yang direkam secara langsung dari lokasi reporter meliput, tetapi penyiarannya dilakukan secara tunda (delay). Format ini sebetulnya hampir sama dengan Live by Phone, hanya teknis penyiarannya secara tunda. Format ini jarang digunakan, dan biasanya hanya digunakan jika diperkirakan akan ada gangguan teknis saat berita dilaporkan secara langsung.
Visual News
Visual News adalah format berita TV yang hanya menayangkan (rolling) gambar-gambar yang menarik dan dramatis. Presenter cukup membacakan lead in, dan kemudian visual ditayangkan tanpa tambahan narasi apa pun, seperti apa adanya. Format ini bisa dipilih jika gambarnya menarik, memiliki natural sound yang dramatis (misalnya: suara jeritan orang ketika terjadi bencana alam atau kerusuhan, dan sebagainya). Contoh berita yang layak menggunakan format ini: menit-menit pertama terjadinya bencana Tsunami di Aceh.
Vox Pop
Vox pop (dari bahasa Latin, vox populi) berarti “suara rakyat.” Vox pop bukanlah format berita, namun biasa digunakan untuk melengkapi format berita yang ada. Isinya biasanya adalah komentar atau opini dari masyarakat tentang suatu isyu tertentu. Misalnya, apakah mereka setuju jika pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM).
Jumlah narasumber yang diwawancarai sekitar 4-5 orang, dan diusahakan mewakili berbagai kalangan (tua, muda, laki-laki, perempuan, kaya, miskin, dan sebagainya). Durasi vox pop sebaiknya singkat saja dan langsung menjawab pertanyaan yang diajukan.
Struktur Penulisan Berita TV:
Ada perbedaan besar antara menulis naskah berita untuk didengar (dengan telinga) dan menulis untuk dibaca (dengan mata). Narasi berita televisi yang baik memiliki awal (pembuka), pertengahan, dan akhir (penutup). Masing-masing bagian ini memiliki maksud tertentu.
Awal (pembuka). Setiap naskah berita membutuhkan suatu pengait (hook) atau titik awal, yang memberikan fokus yang jelas kepada pemirsa. Awal dari tulisan memberitahu pemirsa tentang esensi atau pokok dari berita yang mau disampaikan. Hal ini memberi suatu fokus dan alasan pada pemirsa untuk tertarik dan mau menyimak berita yang akan disampaikan.
Pertengahan. Karena semua rincian cerita tak bisa dijejalkan di kalimat-kalimat pertama, cerita dikembangkan di bagian pertengahan naskah. Bagian tengah ini memberi rincian dari Lead dan menjawab hal-hal yang ingin diketahui oleh pemirsa. Untuk memudahkan pemirsa dalam menangkap isi berita, sebaiknya kita membatasi diri pada dua atau tiga hal penting saja di bagian tengah ini.
Akhir (penutup). Jangan akhiri naskah berita tanpa kesimpulan. Rangkumlah dengan mengulang butir terpenting dari berita itu, manfaatnya bagi pemirsa, atau perkembangan peristiwa yang diharapkan akan terjadi.
Rumus 5 C untuk Penulisan Berita di Media TV:
Conversational:
Ketika menulis naskah berita untuk media televisi, kita menulis untuk didengar. Ingat, televisi adalah media audio-visual, bukan media cetak. Pemirsa kita melihat (gambar/visual) dan mendengar (suara/audio), bukan membaca naskah berita seperti membaca koran.
Kelemahan media televisi adalah berita yang ditayangkan di layar televisi umumnya hanya muncul satu kali. Jika pemirsa tidak bisa menangkap isi berita pada tayangan pertama, ia tak punya peluang untuk minta diulang. Kecuali mungkin untuk berita yang dianggap sangat penting, sehingga dari waktu ke waktu selalu diulang dan perkembangannya di-update oleh stasiun TV bersangkutan.
Keterbatasan tersebut berlaku untuk media TV konvensional. Namun, saat ini sudah muncul jenis media TV yang tidak konvensional. Sekarang di sejumlah negara maju sudah mulai diperkenalkan IPTV (internet protocol television), yang bersifat interaktif. Pemirsa yang berminat bisa mengulang bagian dari tayangan TV yang ia inginkan, tentunya dengan membayar biaya tertentu.
Namun, IPTV mensyaratkan adanya infrastruktur telekomunikasi pita lebar yang canggih dan mahal, yang saat ini belum tersedia di Indonesia. Dalam dua atau tiga tahun ke depan (katakanlah sampai tahun 2010), tampaknya infrastruktur semacam ini juga belum siap untuk mewujudkan kehadiran IPTV di Indonesia. Jadi, dalam pembahasan teknik penulisan naskah berita, kita mengasumsikan, media televisi di Indonesia sampai tahun 2010 masih akan bersifat konvensional.
Untuk media televisi yang konvensional, sebuah tayangan berita tidak bisa disimak dan dibaca berulang-ulang seperti kita membaca koran. Pemirsa hanya punya satu kesempatan untuk menangkap isi berita Anda. Oleh karena itu, berita di TV dibuat dengan gaya bahasa bertutur, seperti percakapan sehari-hari, karena ini adalah gaya bahasa yang paling akrab dan biasa didengar orang. Tulislah naskah berita seperti gaya orang berbicara.
Misalnya, dalam percakapan sehari-hari, kita amat jarang menggunakan kalimat yang berpanjang-panjang, atau memiliki anak-anak kalimat. Namun, meskipun berita di TV menggunakan gaya bahasa bertutur, tata bahasanya tetap harus benar.
Clear:
Batasi kalimat untuk satu gagasan saja. Hal ini akan memudahkan para pendengar untuk menangkap dan memahami isi berita. Jangan menggunakan bahasa jargon atau slang, yang hanya dikenal kalangan tertentu. Hindari susunan kalimat yang rumit.
Atribusi untuk narasumber disampaikan lebih dulu sebelum pernyataannya, dan bukan sebaliknya. Hal ini untuk menghindarkan kebingungan di pihak pemirsa, dalam membedakan mana narasi dari si reporter dan mana opini dari si narasumber. Ini bertolak belakang dengan praktik yang biasa dilakukan di media cetak.
Jangan menggunakan terlalu banyak angka. Penyebutan angka-angka sulit ditangkap oleh pemirsa ketika mendengarkan berita. Buatlah angka itu mudah dimengerti. Jangan menempatkan angka di awal kalimat, karena bisa membingungkan.
Concise:
Gunakan kalimat-kalimat yang bersifat pernyataan (deklaratif).
Tulislah kalimat-kalimat yang pendek. Menurut hasil riset, kalimat pendek lebih mudah dipahami dan lebih kuat, ketimbang kalimat-kalimat panjang. Sebetulnya tidak ada aturan wajib tentang panjang kalimat yang dibolehkan. Namun, cobalah membatasi agar setiap kalimat yang Anda tulis tidak lebih dari 20 kata.


Compelling:
Tulislah dalam bentuk kalimat aktif. Para penulis berita menggunakan kalimat aktif karena lebih kuat dan lebih menarik. Selain itu, kalimat aktif juga lebih pendek daripada kalimat pasif.
Cliché free:
Kalimat atau pernyataan klise adalah pernyataan yang sudah terlalu sering digunakan di media. Pernyataan klise mungkin tidak akurat dan salah arah, namun harus diakui, banyak reporter merasa sulit menghindari pernyataan klise seperti ini.
Contoh kalimat klise untuk penutup berita: “Kasus itu masih dalam penyelidikan.” Kalimat klise seperti ini bisa dibilang tidak memberi informasi tambahan apapun kepada pemirsa.
Maka, kalimat klise ini sebaiknya diganti dengan yang lebih informatif. Misalnya: “Polisi sampai hari ini masih belum mengetahui penyebab kecelakaan. Polisi mengharapkan, hasil penyidikan akan dapat diungkapkan hari Jumat besok. Reportase Trans TV akan melaporkan perkembangan ini besok untuk Anda.”
Aturan-aturan Dasar:
Ada aturan-aturan dasar tertentu dalam penulisan berita untuk media televisi. Aturan ini bertujuan untuk membuat isi berita tersebut lebih mudah dipahami oleh pemirsa. Aturan ini juga akan membantu dan memudahkan presenter atau reporter di lapangan untuk membacakan berita tanpa kesalahan.
Angka.
Dalam penulisan angka, sebutkan jelas angka dari “satu” sampai “sebelas”. Lebih dari “sebelas”, ditulis dalam bentuk angka: 12, 14, 25, dan seterusnya.
Untuk uang senilai Rp 145.325,50 tulis saja “seratus empat puluh lima ribu rupiah” atau “145 ribu rupiah.”
Untuk menyebut tahun, sebut apa adanya, karena presenter akan dengan cepat memahami angka tahun. Misalnya: 1998, 2007, dan seterusnya.
Singkatan dan akronim.
Tuliskan dengan jelas singkatan sebagaimana Anda ingin mendengarnya on air. Misalnya: ITB ditulis “I-T-B.”
Jika suatu akronim sudah cukup dikenal, biarkan seperti apa adanya di naskah. Misalnya: NATO, OPEC, BAKIN, dan sebagainya.
Namun, jika si reporter ragu pemirsa akan memahami singkatan atau akronim itu, gunakan saja kepanjangan lengkapnya. Hal itu lebih aman dan menghindarkan presenter dari kemungkinan membuat kekeliruan.
Punctuation.
Jangan gunakan punctuation dalam penulisan berita. Juga colon dan semicolon. Koma juga jarang digunakan dalam naskah untuk menandai jeda atau perubahan pemikiran. Presenter lebih suka menggunakan tiga titik (“…”) untuk menandai jeda, karena lebih mudah dibaca di alat TelePrompTer.
Nama.
Selalu gunakan nama dan gelar secara sederhana dan bertutur. Jika Anda harus mengidentifikasi seseorang dengan gelarnya, tuliskan gelar itu di depan nama mereka, seperti ketika kita memberi atribusi. Kita bisa menambahkan informasi identifikasi lain, sesudah menyebut nama.
Spelling.
Salah menyebut kata atau salah mengeja bisa terjadi pada presenter. Itulah sebabnya, sebelum tampil di layar TV, mereka memang sebaiknya membaca dulu naskah beritanya. Namun, sering hal ini tak dilakukan karena berbagai sebab. Entah karena sekadar malas, atau berita memang ditulis dadakan. Untuk menghindari kekeliruan, reporter yang menulis berita perlu memberitahu presenter, tentang cara mengucapkan nama atau istilah tertentu yang tidak biasa.
Grammar/Tata bahasa.
Tata bahasa yang buruk bisa berdampak jelek pada penampilan presenter. Maka, periksalah sekali lagi naskah berita, untuk menghindari tata bahasa yang buruk, sebelum naskah itu diserahkan ke presenter.
Lead yang menjual:
Setiap berita harus dimulai dengan kalimat lead yang kuat. Lead yang paling efektif biasanya mengacu ke beberapa aspek dari berita, yang dianggap penting atau menarik bagi pemirsa. Aspek ini kita namai “hook.” Kenali aspek dalam berita itu yang akan memancing perhatian pemirsa dan gunakanlah pada kalimat lead. Lead semacam itu akan memelihara tingkat perhatian dari pemirsa TV.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar